Tiga Budaya dalam Satu Ciloka

Tiga Budaya dalam Satu Ciloka -Kawan budaya Tradisi Nuswantoro kebudayaan atau tradisi sebuah bangsa merupakan sebuah jati diri bangsa. Karena dengan adanya tradisi kita tahu siapa kita sebenarnya dan dari mana kita berasal. Budaya dan tradisi Nusantara atau Nuswantoro sangatlah banyak. Dari segi bahasa pakain kuliner sampai dengan upacara keagamaan ada semua di bumi Nuswantoro ini.Sehingga kami ingin mengajak kawan budaya untuk lebih mengenal Tiga Budaya dalam Satu Ciloka dan tahu akan lebih banyak tentang seluk beluknya.

Kita wajib untuk mengetahui akan semua itu. Karena kita bangsa yang besar dan Bangsa yang besar selalu menghargai akan budaya dan tradisi serta sejarahnya. Jangan sampai kita tidak tahu tentang Tiga Budaya dalam Satu Ciloka. Bisa jadi esok atau lusa kita tidak akan pernah mengenal atau melihatnya jika bukan kita yang melestarikan budaya dan tradisi nuswantoro ini.



Untuk menambah wawasan kita tentang budaya dan tradisi nuswantoro berikut artikel yang lainya



Bukan asli Bali, bukan persis Jawa, dan bukan pula persis Melayu. Tetapi Lombok yang lain, yang bertembang mocopat, bersyair Melayu, dan berakapela dalam sebuah cepung. Demikian penggambaran secara gamblang tentang kesenian tradisional Ciloka (atau Cilokaq) yang masih tumbuh dan hidup di tengah masyarakat Sasak, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Ciloka berasal dari kata “seloka”, yang dalam bahasa Sasak disebut lelakaq.

Ciloka merupakan orkestra dengan vokal tunggal maupun berpasangan. Diiringi berbagai instrumen gesek, tiup, petik, dan pukul—seperti biola, seruling, saron, rerincik, jidor, mandolin, gendang, dan petuk—Ciloka tampil meriah.

Menurut penjelasan Kepala Taman Budaya Sasak, Lalu Prima Wiraputra, Ciloka berkembang seiring pengaruh Kerajaan Gowa (Sulawesi Selatan) di Lombok. Kerajaan Gowa menguasai Kerajaan Selaparang pada tahun 1640, dan pada saat yang sama Selaparang menjalin hubungan erat dengan Kerajaan Demak (Jawa). Di lain pihak, Raja Gelgel dari Bali sedang memperluas sayap kekuasaannya ke timur hingga Lombok.


Pengaruh ketiga kebudayaan itu memberi warna Melayu, Jawa, dan Bali dalam Ciloka. “Di tengah masyarakat Sasak, Ciloka merupakan bentuk ekspresi untuk menyampaikan kritik sosial dan pesan moral,” kata Lalu Prima.

Kritik sosial
Seni musik tradisional Ciloka adalah bentuk sastra suku Sasak yang dinyanyikan. Menurut Lalu Prima, pantun-pantun berisi kritik sosial biasanya menyindir kebijakan penguasa yang kurang menguntungkan atau berupa harapan masyarakat.

“Ciloka juga sangat efektif sebagai media penyadaran atau pendidikan, dengan menyampaikan pesan-pesan moral, karena bahasa yang digunakan mudah meresap ke hati masyarakat Sasak Lombok,” ucapnya.


Trimakasih Kawan budaya telah membaca dan menyimak Tiga Budaya dalam Satu Ciloka

Indah dan kaya bukan budaya kita ini yang terutama di bumi nuswantoro ini dan semoga dengan hadirnya Tiga Budaya dalam Satu Ciloka. Dapat membuat kita lebih banggga dan semangat lagi untuk melestarikan dan mengembangkan budaya nuswantoro ini. Ingatlah bahwa budaya kita ini adalah budaya dan peradaban yang luhur jangan sampai kita lengah dan diakui oleh bangsa lain. Salam Budaya Nuswantoro buat kita semua.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tiga Budaya dalam Satu Ciloka"

Posting Komentar